pengantar ilmu hukum ASAS-ASAS HUKUN DAN KENYATAAN HUKUM
BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar
Belakang
Di dalam pembentukan
kehidupan bersama yang baik, dituntut pertimbangan tentang asas atau dasar
dalam membentuk hukum supaya sesuai dengan cita-cita dan kebutuhan hidup
bersama. Dengan demikian asas hukum adalah prinsip yang dianggap dasar atau
fundamen hukum. Asas-asas itu dapat juga disebut titik tolak dalam pembentukan
dan interprestasi undang-undang tersebut. Oleh karena itu sa tjipto raharjo
menyebutkan bahwa asas hukum merupakan jantung dari peraturan hukum. Dikatakan
demikian karena asas hukum merupakan landasan yang paling luas bagi lahirnya
suatu peraturan hukum.
Asas hukum merupakan
unsur yang sangat penting dalam pembentukan peraturan hukum. Oleh karena itu,
penulis akan menguraikan sedikit pembahasan yang berkaitan tentang Asas-asas
Hukum dan Kenyataan Hukum dengan harapan agar dapat mendekatkan pemahaman kita
tentang asas hukum dan kenyataan hukum.
B.     Rumusan
Masalah
1.     
Apa yang anda
ketahui tentang Asas-Asas Hukum?
2.     
Apa saja
pembagian dari Kenyataan Hukum?
3.     
Apa pengertian
dari sejarah hukum, sosiologi hukum, antropologi hukum, psikologi hukum, dan
pembagian hukum?
C.     Tujuan
Makalah
1.     
Agar dapat
mengetahui lebih jauh lagi tentang Asas-asas hukum dan Ilmu Hukum sebagai ilmu
kenyataan
2.     
Agar baik
penulis dan pembaca mampu memahami tentang asas-asas hukum dan ilmu hukum
sebagai ilmu kenyataan
BAB
II
PEMBAHASAN
1.      Asas-Asas Hukum
Secara terminologi, yang dimaksud asas
memiliki dua pengertian, yaitu yang pertama adalah dasar atau fundamen dan yang
kedua adalah suatu kebenaran yang menjadi pokok dasar atau tumpuan berpikir
atau berpendapat. Sementara itu kamus hukum memberikan pemaknaan asas sebagai
suatu alam pikiran yang dirumuskan secara luas dan mendasari adanya suatu norma
hukum.
Asas
hukum merupakan pokok pikiran yang bersifat umum yang menjadi latar belakang
dari peraturan hukum yang konkret (hukum positif). Semua peraturan hokum harus
dapat dikembalikan pada asas hukumnya. Asas hukum ini disebut sebagai alasan bagi
lahirnya peraturan hukum.  
A.   
Pengertian
Asas-Asas Hukum
Pengertian
asas hukum dapat dilihat dari beberapa pendapat para ahli, di antaranya adalah
sebagai berikut.
1.       
Menurut
Bellefroid, asas hukum adalah norma dasar yang dijabarkan dari hukum positif
dan yang oleh ilmu hukum tidak dianggap sebagai dari aturan yang lebih umum.
Asas hukum itu merupakan pengendapan hukum positif dalam suatu masyarakat.
2.       
Van Eikema
Hommes mengatakan bahwa asas hukum itu tidak boleh dianggap sebagai norma-norma
hukum yang konkret, akan tetapi perlu dipandang sebagai dasar-dasar umum atau
petunjuk-petunjuk bagi hukum yang berlaku. Pembentukan hukum praktis perlu
berorientasi pada asas-asas hukum tersebut. Dengan kata lain, asas hukum ialah
dasar-dasar petunjuk arah dalam pembentukan hukum positif.
3.       
Van Apeldoorn
mengatakan bahwa asas hukum adalah asas yang melandasi peraturan hukum positif
yang khusus atau melandasi pranata-pranata hukum tertentu, atau melandasi suatu
bidang hukum tertentu.
Jadi,
asas hukum adalah dasar petunjuk arah yang melandasi dalam pembentukan hukum (hukum
positif) bagi suatu negara, tentunya akan berbeda asas-asas hukum yang di
jadikan acuan dasar pada masing-masing Negara, baik dalam substansi hukum
maupun dalam penegakan hukum itu sendiri; juga sangat bergantung pada
norma-norma hukum yang berlaku, asas hukum mengandung nilai dasar yang bersifat
umum dan juga dapat secara khusus. Kita ketahui bahwa setiap Negara memiliki
nilai dasar, ideologi, dan prinsip-prinsip hokum yang berbeda. Banyak Negara
memiliki ideologi dan corak hukum berbeda-beda, di antaranya, kapitalisme, sosialisme, demokrasi, dan
lain sebagainya. Indonesia sebagai Negara yang berdasarakan pancasila yang
berdasarakan kekeluargaan mempunyai asas hukum sendiri sesuai dengan cita hukum
(rechts idee) yang terkandungdalam
Pancasila dan UUD Negara RI tahun 1945. Pada tataran tujuan hukum Indonesia
adalah tegaknya Negara hukum yang demokratis. 
B.     Pembagian
Asas-Asas Hukum
Asas
hukum nasional di Indonesia telah dirumuskan dalam Seminar Hukum ke-IV tahun
1979, yaitu (1) asas manfaat, (2) asas usaha bersama dan kekeluargaan, (3) asas
demokratis, (4) asas adil dan merata, (5) asas prikehidupan dalam keseimbangan,
(6) asas kesadaran hukum, dan (7) asas kepercayaan pada diri sendiri.
Kemudian
secara rinci dari beberapa macam asas hukum nasional Indonesia di atas dapat
dijelaskan sebagai berikut.
Asas manfaat ialah
segala usaha dan kegiatan pembangunan harus dapat dimanfaatkan sebesar-besarnya
bagi kemanusiaan, bagi peningkatan kesejahteraan rakyat dan bagi pengembangan
pribadi warga Negara.
Asas usaha bersama dan
kekeluargaan ialah bahwa usaha mencapai
cita-cita dan aspirasi-aspirasi bangsa harus merupakan usaha bersama dari
bangsa dan seluruh yang dilakukan secara gotong-royong dan di jiwai oleh
semangat kekeluargaan.
Asas demokratis ialah
demokratis berdasarkan Pancasila yang meliputi bidang-bidang politik, sosial,
ekonomi serta yang dalam penyelesaian masalah-masalah nasional berusaha sejauh
mungkin menempuh jalan permusyawarah untuk mencapai mufakat.
Asas adil dan
merata ialah bahwa hasil-hasil
materil dan spiritual yang dicapai dalam pembangunan harus dapat dinikmati
merata oleh seluruh bangsa dan bahwa tiap-tiap warga Negara berhak menikmati
hasil-hasil pembangunan yang layak diperlukan bagi kemanusian dan sesuia dengan
nilai darma baktinya yang diberikannya kepada bangsa dan Negara.
Asas perikehidupan dalam
keseimbangan ialah keseimbangan anatara
kepentingan-kepentingan yaitu antara kepentingan duniawi dan akhirat, antara
kepentingan materil dan spiritual, anatara kepentingan jiwa dan raga, anrtara
kepentingan individu dan masyarakat, anatara kepentingan nasional dan
internasional.
Asas kesadaran hokum
ialah bahwa setiap warga Negara Indonesia selalu sadar dan taat kepada hukum,
dan mewajibkan Negara menegakkan dan menjamin kepastian hukum.
Asas kepercayaan pada diri sendiri adalah
perwujudan kepulauan nusantara sebagai satu kesatuan politik, satu kesatuan sosial
budaya, satu kesatuan ekonomi, dan satu kesatuan pertahanan keamanan. Dalam
pengertian kesatuan politik tercakup pengertian bahwa seluruh kepulauan
nusantara merupakan satu kesatuan hukum, hanya ada satu hukum nasional yang
mengabdi pada kepentingan nasional.
2. Ilmu Hukum Sebagai Ilmu
Kenyataan 
            Ilmu Hukum
sebagai ilmu kenyataan membahas hokum dari sisi sikap tindak atau perilaku.
Artinya hokum akan dilihat dari segi penerapannya yang diwujudkan dalam bentuk
tingkah laku atau sikap tindak. Yang termasuk di dalam ilmu-ilmu kenyataan
tentang hokum di antaranya adalah Sejarah Hukum, Sosiologi hokum, Antropologi,
Psikologi, dan Perbandingan Hukum.
A.      
Sejarah Hukum
Sejarah hukum lebih tua
usianya dari sosiologi hukum, namun cabang hukum ini masih merupakan cabang
ilmu pengetahuan yang agak muda karena terjadinya di sebabkan oleh aliran hukum
historis dari Savigny. Lama sebelumnya banyak orang sudah mengumpullkan dan mencatat
peraturan-peraturan hukum dan lembaga-lembaga hukum dari zaman dahulu, tetapi
pengetahuan tentang peristiwa-peristiwa dari zaman dahulu belum merupakan sejarah
dan pengetahuan tentang hukum dari zaman dahulu begitu saja, bukan sejarah
hukum melainkan pengetahuan tentang hukum-hukum kuno. Menurut Apeldorn, sejarah
adalah suatu proses, bukan suatu yang berhenti, melainkan suatu yang bergerak,
bukan mati melainkan hidup. 
Pengertian sejarah
dapat di artikan secara umum sebagai riwayat-riwayat kejadian-kejadian atau
suatu buku yang berisikan suatu riwayat dari suatu bangsa, masyarakat atau
kelompok sosial  tertentu. 
Menurut soejono
soekanto, sejarah adalah pencatatan yang berisikan deskriptif, mengenai
kejadian yang di alami oleh manusia pada masa lampau, yang ada hubungannya
dengan masa kini. Jika di bandingkan dengan hukum yang ada saat ini merupakan
lanjutan atau perkembangan dari hukum yang ada pada masa lampau. Jadi, sejarah
hukum adalah suatu disiplin hokum yang mempelajari asal usul terbentuknya dan
perkembangan suatu sistem hukum dalam suatu masyarakat tertentu dan
memperbandingkan anatara hukum yang berbeda karena di batasi oleh perbedaan
waktu.
Menurut
Lemaire, apabila dilihat dari sudut bentuknya, sejarah hukum terdiri atas:
1.       
Sejarah hukum
ekstern 
2.       
Sejarah hukum
intern 
    Sejarah hukum ekstern (umum) ruang
lingkupnya mencakup perkembangan secara menyeluruh dari suatu hukum positif
tertentu. Objek khususnya adalah sejarah pembentukan hukum atas pengaruh sumber
hukum dalam arti formil pada priode tertentu. Misalnya, undang-undang. Hal yang
dapat di teliti adakah seejarahnya, pembentukannya, pembuatannya, ciri-cirinya,
prosesnya, dan penempatannya, dan priodesasi berlakunya suatu  peraturan.
Sejarah
hukum intern (khusus) ruang lingkupnya, yaitu lembaga dan pengertian hukum dari
suatu bidang tata hukum tertentu menurut periodesasi tertentu pula. Misalnya:
bidang tata hukum, hukum keluarga, lembaga hokum (hukum perkawinan) dan
periodesasinya (UUD 1945). 
Sejarah
hukum mempunyai arti penting dalam rangka pembinaan hukum nasional, oleh karena
pembinaan hukum tidak saja memerlukan bahan-bahan tentang perkembangan hukum
masa kini saja, tetapi juga bahan-bahan mengenai perkembangan diri masa lampau.
Melalui sejarah hukum ini kita akan mampu menjajaki berbagai aspek hukum
indonesia pada masa lalu, akan dapat memberikan bantuan kepada kita untuk
memahami kaidah-kaidah serta institusi hukum yang ada dewasa ini dalam
masyarakat bangsa kita.
Terdapat
setidaknya 4 hal yang menjadi manfaat mempelajari sejarah hukum, menurut Jhon
Gillsen dan Frist Gorle, sebagai berikut:
1.       
Sejarah hukum
memperlihatkan adanya perubahandan perkembangan ilmu hukum yang terjadi bukan
hanya di sebabkan oleh terjadinya suatu perbedaan kondisi suau daerah atau
melainkan juga dari waktu-waktu ke waktu 
hukum di suatu tempat mengalami perubahan dan perkembangan.
2.       
Sejarah hukum
dapat membantu kita untuk mengerti norma atau ketentuan hukum yang berlaku pada
masa sekarang.
3.       
Sejarah hukum
dapat memberikan pemahaman mengenai budaya dan prantarahukum sehingga sangat
bermanfaat untuk dijadikan sebagai pegangan bagi para yurisyang tergolong masih
muda. 
4.       
Sejarah hukum meletakkan hukum sesuai dengan
perkembangannya dari wktu ke waktu serta juga di akui sebagai suatu gjala
historis (meletakkan hukum sesuai dengan perkembangan sejarahnya).
B.     Sosiologi
Hukum
Istilah
sosiologi hukum untuk pertama kalinya di perkenalkan oleh seorang yang bernama
Anzilotti pada tahun1882. Dari sudut perkembangannya, dapat di jelaskan bahwa
sosiologi hukum pada hakekatnya lahir dari hasil-hasil pemikiran para ahli
filsafat hukum, ilmu hukum serta sosiologi.
Sosiologi
hukum menurut Soejono Soekanto adalah suatu cabang ilmu pengetahuan secara
empiris dan analitis mempelajari antara hubungan timbal balik antara hukum
sebagai gejala sosial dengan gejala sosial lain. Definisi ini di pertegas oleh
sudjono dirdjosisworo, bahwa sosiologi hukum adalah ilmu pengetahuan hukum yang
melakukan studi dan analisiss empiris tentang hubungan timbal balik antara
hukum dan dan gejala-gejala sosial lain. Berdasarkan  definisi di atas, dapat di simpulkan,
sosiologi hukum merupakan dari ilmu hukum yang mengkaji hubungan timbal balik.
Sosiologi
hukum berisi mengenai implementasi dari kehidupan dan peristiwa sehari-hari
yang di hubungkan dengan sosiologi hukum dan filsafat hukum. Hukum secara
sosiologi adalah penting dan merupakan suatu lembaga kemasyarakatan (social institution) yang merupakan
himpunan nilai-nilai, kaidah-kaidah, dan pola-pola perilaku yang berkisar pada
kebutuhan-kebutuhan pokok manusia. Jadi, sosiologi hukum berkembang atas dasar
suatu anggapan dasar bahwa proses hukum berlangsung di dalam suatu jaringan
atau sistem sosial yang di namakan masyarakat. Artinya, hukum hanya dapat di
mengertidengan jalan memahami sistem sosial terlebih dahulu dan hukum merupakan
suatu proses. Seorang ahli sosiologi menaruh perhatian yang besar kepada hukum
yang bertujuan untuk mengkoordinasikan aktivitas-aktivitas warga-warga
masyarakat serta memelihara integrasinya karna warga-warga masyarakat
menggunakan, menerapkan,  dan menafsirkan
hukum dan dengan memahami proses tersebut barulah akan dapat di mengerti
bagaimana hukum berfungsi dan bagaimana suatu organisasi sosial memberi bentuk
atau akan menghalng-halangi proses hukum. 
Ruang
lingkup sosiologi secara umum adalah sebagai berikut:
1.       
Mempelajari
dasar sosial dari hukum, berdasarkan anggapan bahwa hukum timbul dari proses
sosial lainnya (the genetic socialogy of
law).
2.       
Mempelajari efek
hukum terhadap gejala-gejala sosial lainnya dalam masyarakat (the operational sosiology of law).
Objek
sosiologi hukum adalah untuk mengamati bagaimana organisasi atau lembaga
tertentu menjalankan tugasnya 
sehari-hari dalam praktik,sosial hukum bisa mulai dengan menelaah tujuan
organisasi tersebut. Oleh karena itu, sejalan denganyang di temukan sajipto
rahardjo bahwa sosiologi hukum di antaranya mempelajari pengorganisasian sosial
hukum. Objek sasaran disini adalah badan-badan yang terlibat dalam kegiatan
penyelenggaraan hukum, seperti pembutan undang-undang , pengadilan, polisi,
advotkat, dan sebagainya.
Sosiologi
hukum di perlukan dan bukaan merupakan penamaan yang baru bagi suatu ilmu
pengetahuan yang telah lama ada. Jadi pada dasarnya ruang lingkup sosiologi
hukum adalah pola-pola perikelakuan dalam masyarakat, yaitu cara-car bertindak
atau berkelakuan yang sama daripada orang-orangyang hidup bersama dalam
masyarakat. Dengan demikian,dapatlah di rumuskan bhwa sosiologi hukum merupakan
suatu cabang ilmu pengetahuan yang antara lain meneliti mengapa manusia patuh
pada hukum dan mengapa dia gagal mentaati hukumtersebut serta faktor-faktor
sosial lain yang mempengaruhinya. 
Beberapa masalah yang menjadi sorotan sosiologi hukum
adalah sebagai berikut.
1.       
hukum dan sistem sosial dan masyarakat,
2.       
persamaan-persamaan dan perbedaan-perbedaan
sistem-sistem hukum,
3.       
sifat sistem hukum yang dualistis,
4.       
hukum dan kekuasaan,
5.       
hukum dan nilai-nilai sosial budaya,
6.       
kepastian hukum dan kesebandingan,
7.       
peranan hukum sebagai alat untuk mengubah masyarakat.
Suatu sistem hukum pada hakekatnya merupakan kesatuan
atau himpunan berbagai cita-cita dan cara-cara manusia berusaha mengatasi
masalah-masalah yang nyata maupun potensial yang timbul dari pergaulan hidup
sehari-hari yang menyangkut kedamaian. Penelitian-penelitian sosiologis telah
menghasilkan data untuk membuktikan bahwa ketertiban dan ketentraman pada
hakekatnya merupakan suatu refleksi daripada nilai-nilai sosial dan
pertentangan kepentingan-kepentingan di dalam suatu sistem sosial. Walaupun
hukum mengatur semua aspek sosial, hukum mempunyai batasan-batasan untuk dapat
dipergunakan sebagai alat pencipta maupun pemelihara tata tertib pergaulan
hidup manusia. Agar tidak terjadi penyelewengan hukum, ilmu-ilmu sosial pada
umumnya dan sosiologi pada khususnya dapat memberikan petunjuk dan manfaat yang
banyak demi terciptanya iklim sosial yang menguntungkan pelaksanaan hukum
secara efektif.
C.   Atropologi Hukum
Istilah Antropologi berasal dari bahasa Yunani, yaitu antropos
dan logos. antropos berarti manusia dan logos berarti ilmu
atau studi. Jadi, antropologi adalah ilmu atau studi tentang manusia. Menurut
Hilman Hadikusumah, antropologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari
manusia, baik segi hayati maupun segi budaya, sasaran pokok dalam antropologi
adalah manusia, baru kemudian prilaku budayanya.
Dalam studi hukum dan antropologi terdapat suatu
hubungan yang erat karena keduanya berbicara dan mengkaji perihal ketertiban
organisasi masyarakat berikut pranata-pranata pengendaliannya yang sesungguhnya
merupakan kajian-kajian yang tergolong sentral.
Antropologi melihat hukum hanya sebagai aspek dari
kebudayaan, yaitu suatu aspek yang digunakan oleh kekuasaan masyarakat yang
teratur dalam mengatur perilaku manusia dan masyarakat, agar tidak terjadi
penyimpangan dan penyimpangan yang terjadi dari norma-norma sosial yang ditentukan
dapat diperbaiki. Antara studi hukum dan antropologi terdapat suatu hubungan
yang erat karena keduanya berbicara dan mengkaji perihal ketertiban organisasi
masyarakat berikut pranata-pranata pengendaliannya yang sesungguhnya merupakan
kajian-kajian yang tergolong sentral.
Para ahli hukum mendefinisikan antropologi hukum,
sebagai berikut:
Menurut JB.
Daliyo, antropologi hukum adalah yang mempelajari hukum sebagai salah satu
aspek kebudayaan. Hilman Hadikusuma menjelaskan bahwa antropologi hukum adalah
ilmu pengetahuan yang mempelajari manusia dengan kebudayaan yang khusus di
bidang hukum.
Menurut Charles
Winick, antropologi hukum adalah suatu cabang ilmu pengetahuan yang
mempelajari pola-pola sengketa dan penyelesaiannya pada masyarakat sederhana,
maupun masyarakat yang sedang mengalami proses perkembangan dan
pembangunan/proses modernisasi.
Definisi yang hampir sama dikemukakan oleh Soejono Dirjosisworo dalam bukunya
“Pengantar Ilmu Hukum” yang menyebutkan antropologi hukum sebagai suatu cabang
ilmu pengetahuan yang mempelajari pola-pola sengketa dan penyelesaiannya pada
masyarakat-masyarakat sederhana, maupun masyarakat yang sedang mengalami proses
perkembangan dan pembangunan.
Ruang lingkup persoalan yang dijelaskan oleh para
antropologi di bidang hukum cukup luas. Satjipto Rahardjo menyebutkan di
antaranya.
1.       
Bagaimana tipe-tipe badan yang menjalankan pengadilan
(adjudication) dan perantara (mediation) dalam masyarakat?
2.       
Apakah yang menjadi landasan kekuasaan dari
badan-badan itu untuk menjalankan peranannya sebagai penyelesaian sengketa?
3.       
Dalam keadaan tertentu macam-macam sengketa yang
bagaimana yang menghendaki penyelesaian melalui pengadilan dan yang manakah
yang menghendaki perundingan (negotiation)?
4.       
Fungsi-fungsi serta efek-efek ekositemik yang manakah
yang bekerja atas suatu proses hukum? (Ini meliputi penyelidikan terhadap
jaringan hubungan-hubungan sosial, psikologis, ekonomi dan politik antara
pihak,wakil-wakil atau pendukung-pendukungnya dan kepala-kepala mereka)?
5.       
Prosedur-prosedur manakah yang dipakai untuk
masing-masing jenis sengketa pada kondisi-kondisi tertentu? (Pertanyaan ini
mengandung penyelidikan terhadap segi-segi seperti penangkapan tersangka,
tempat kejadiannya, dan bukti-bukti).
6.       
Bagaimana keputusan itu dijalankan?
7.       
Bagaimana hukum berubah?
Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa
antropologi hukum memiliki pokok kajian terhadap persoalan-persoalan yang
banyak dihadapi masyarakat, berkaitan dengan sengketa dan bagaimana cara
penyelesaiannya dalam masyarakat. Kehadiran hukum menjadi sentral dan menjamin
kepastian dalam setiap adanya persoalan dalam masyarakat.
D.    Perbandingan Hukum
       Istilah
perbandingan hukum berasal dari terjemahan dari kata Comparative Lam,
Comparative Jurisprodence, Foreign Law (Bahasa Ingris), dan Campare
(Bahasa Perancis), Rechtsgelijking (Bahasa Belanda) dan Rechverleichung
atau Vergleichende (Bahasa Jerman). Jadi, perkataan perbandingan
dapat diartikan sebagai kegiatan untuk mengadakan identifikasi terhadap
persamaan dan / atau perbedaan antara dua atau lebih gejala tertentu.
       Dalam
leteratur ilmu hukum, istilah perbandingan hukum menunjukkan dua pengertian
yang berbeda. Pertama, perbandingan hukum sebagai  metode studi hukum; Kedua,
perbandingan hukum sebagai ilmu pengetahuan (yang juga menggunakan metode
perbandingan), yang menbanding-bandingkan sistem hukum negara yang satu dengan
negara yang lain. Perbandingan hukum juga dapat diadakan dalam satu negara
saja, yang mempunyai sistem hukum yang pluralistic atau majemuk. Misalnya
Indonesia dapat diadakan perbandingan hukum antara sistem hukum adat, atau
antara sistem hukum barat dan dengan sistem hukum Adat.
       Perbandingan
hukum merupakan suatu metode studi hukum yang mempelajari perbedaan sistem
hukum antara negara yang satu dengan yang lain. Atau membanding-bandingkan
sistem hukum positif dari bangsa yang satu dengan bangsa yang lain. Menurut
Purnadi Purbacaraka dan Soekanto, Perbandingan hukum merupakan cabang ilmu
pengetahuan yang membandingkan sistem-sistem hukum yang berlaku di dalam satu
atau beberapa masyarakat.
       Menurut
Soejono Dirdjossworo, yang dikutip Ishaq, telah menjelaskan bahwa perbandingan
hukum adalah metode studi yang mempelajari perbedaan sistem hukum antara negara
yang satu dengan negara yang lain. Selanjutnya, Romli Atmasasmita berpendapat
bahwa perbandingan hukum atau comparative law adalah suatu ilmu
pengetahuan yang mempelajari secara sistematis tentang hukum dari dua atau
lebih sistem hukum dengan menggunakan metode perbandingan.
       Suatu
perbandingan hukum dilakukan dengan maksud-maksud sebagai berikut:
1.       
untuk menunjukkan perbedaan dan persamaan yang ada di
antara sistem hukum atau bidang-bidang hukum yang dipelajari,
2.       
untuk menjelaskan mengapa terjadi persamaan atau
perbedaan yang demikian itu, faktor-faktor apa yang menyebabkannya,
3.       
untuk memberikan penilaian terhadap masing-masing
sistem yang digunakan,
4.       
untuk memikirkan kemungkinan-kemungkinan apa yang bisa
ditarik sebagai kelanjutan dari hasil-hasil studi perbandingan yang telah
dilakukan,
5.       
untuk meruumuskan kecenderungan-kecenderungan yang umum
pada perkembangan hukum, termasuk di dalamnya irama dan ketentuan yang dapat
dilihat pada perkembangan hukum tersebut, dan
6.       
untuk menentukan asas-asas umum yang di dapat sebagai
hasil dari penyelidikan yang dilakukan dengan cara membandingkan hukum tersebut.         
  Tujuan mempelajari perbandingan hukum dapat
dibedakan berdasarkan asal usul dan perkembangannya.jia kita bertitik tolak
pada hukum alam,tujuan perbandingan hukum adalah membandingkan sistem-sistem
hukum guna dapat mengembangkan hukum alam itu sendiri,sehingga tampak adanya
persamaan dan perbedaan.apabila kita bertitik tolak pada jalur orientasi yang
bersifat pragmatis,tujuan perbandingan hukum adalah membandingkan system-sistem
hukum gun dapat mengembankan hukum alam itu sendiri,sehingga tampak adanya
pesamaan dan perbedaan.Apabila kita bertitik tolak pada jalur orientasi yang
bersifat pragmatis,tujuan perbandingan hukum adalah untuk mengadakan pembaruan
hukum,dan tidak semata-mata melihat perbedaan dan persamaan antara dua system
hukum atau lebih.
Menurut
van Apeldoorn yang dikutip Romli Atmasasmita,tujuan perbandingan hukum ada yang
bersifat teoretis menjelaskan bahwa hukum sebagai gejala dunia (universal)
menekankan ilmu pengetahuan hukum harus dapat gejala dunia tersebut.untuk
itu,kita harus memahami hukum dimasa lampau dan sekarang.tujuan hukum bersifat
praktis dari perbandingan hukum adalah alat pertolongan untuk tertib masyarakat
dan pembaruan pada hukum kita sendiri dan memberikan pengetahuan tentang
berbagai peraturan dan berbagai peraturan dan pikiran hukum kepada pembentuk
undang-undang dan hukum.
  Manfaat mempelajari pebandingan hukum adalah sebagai
berikut:
1.       
Unifikasi hukum.
2.       
Harmonisasi
hukum.
3.       
Mencegah adanya
chauvinism hukum nasional (secara negatif) dan menempuh kerja sama
internasional (secara positif).
4.       
Memahami hukum
asing.
5.       
Pembaruan hukum
nasional.
Akan tetapi,hal ini
tidaklah diartikan bahwa manfaat kelima ini harus diartikan pengambilan hukum
asing (asas,sistematis, dan substansinya) ke dalam dan berubah bentuk serta
diberi label “hukum nasional”.hal demikian disebabkan oleh tiap-tiap hukum yang
berlaku disuatu Negara tertentu selain hanya merupakan proses pembentukkan hukum
melainkan badan legislatif (DPR),juga
harus didalam hukum itu tercermin pandangan hidup,cirri karakteristik
masyarakat bangsa dan Negara bersangkutan.
E.    
Psikologi Hukum
            Psikologi apabila ditinjau dari
segi ilmu bahasa berasal dari kata psycho dan logos.psycho
sering diartikan jiwa dan logos yang berarti ilmu (ilmu pengetahuan). Dengan
demikian,psikologi sering diartikan sebagai ilmu pengetahuan tentang jiwa(ilmu
jiwa). Psikologi hukum merupakan suatu cabang pengetahuan yang mempelajari hukum
sebagai suatu perwujudan perkembangan jiwa manusia.
    Psikologi hukum dapat menelaah faktor-faktor psikologis apakah yang mendorong
seseorang untuk mematuhi kaidah hukum (berperilaku normal) dan meneliti
faktor-faktor apakah yang mungkin mendorong untuk melanggar kaidah hukum
(berperilakuan upnormal). Walaupun faktor lingkungan ada pengaruhnya,
tinjauan utamanya adalah faktor pribadi.
Faktor lingkungan sosial budaya
terutama menjadi ruang lingkup penelitian dan antropologi budaya.
      Ketika sepasang suami isteri
yang mempunyai seorang anak yang masih kecil,
katakanlah berusia 7 tahun,
kemudian sepasang itu ingin bercerai,
masing-masing dari keduanya memohon kepada hakim untuk
ditetapkan sebagai wali anak itu.hal itu merupakan subjek bahasa psikologi
hukum, untuk
membantu hakim memahami secara psikologi, demi kepentingan masa depan anak,pihak mana yang akan
hakim tetapkan sebagai wali dari anak tersebut.
Ketika terjadi pembunuhan berantai,
polisi di banyak negara maju,
telah menggunakan pakar psikologi hukum untuk
mengidentifikasi tipe kepribadian dan sosok pembunuh berantainya.
Kajian tentang kewenangan
“diskresi” dari personil kepolisian  juga
merupakan topik yang banyak diteliti oleh pakar psikologi hukum,
demikian pula prediksi tentang apa yang akan diputuskan
oleh hakim.
 Ruang lingkup
psikologi hukum menurut Soejono Dirjosisworo,
yaitu sebagai berikut :
1.       
Segi psikologi tentang terbentuknya norma atau kaidah
hukum.
2.       
Kepatuhan atau ketaatan terhadap kaedah hukum.
3.       
Perilaku menyimpang.
4.  
  Psikologi
dalam hukum pidana dan pengawasan perilaku.
Ruang lingkup psikologi hukum sebagaimana tertera diatas
merupakan tanda dari suatu perkembangan dalam cabang.
Cabang ilmu pengetahuan hukum
sekaligus juga menunjukkan perkembangan dilapangan studi psikologi.dalam
hubungan dengan pekembangan didalam bidang psikologi,
psikoligi hukum tergolong psikologi khusus,
yaitu psikologi yang meyelidiki dan mempelajari segi-segi
kekhususan dari aktivitas psikis manusia.
 Perkembangan
kewajiban dalam kehidupan manusia menurut Saut P. Panjaitan,
yang dikutip oleh Ishaq,
paling sedikit dapat mempengaruhi oleh beberapa faktor
sebagai berikut :
1.       
Proses pematangan, yaitu meliputi penyempurnaan fungsi tubuh.
2.       
Proses belajar , yang berhubungan dengan proses memperbaiki
sikap-tanduk/perikelakuan, baik     melalui
imitasi maupun edukasi.
3.       
Proses pengalaman, yang berkaitan dengan interaksi terhadap lingkunan
kemasyarakatan dimanapun seseorang berada.  
Ketiga faktor di atas dapatlah dipahami bahwa setiap manusia akan
mempunyai kepribadian (perkembangan kejiwaan) yang berbeda antara satu dengan yang lainnya.oleh
karena itu, psikologi penting bagi ilmu hukum untuk mengetahui latar belakang kejiwaan
dari suatu sikap tindak/perikelakuan hukum tertentu.
Jiwa merupakan suatu organ yang
membentuk gagasan dan pelaksanaannya mempengaruhi nalar;hukum seharusnya
menarik bagi jiwa manusia yang dipengaruhi oleh hukum.
 Berdasarkan hal
tersebut, dalam psikologi hukum akan dipelajari sikap tanduk/perikelakuan hukum dari
seseorang yang terdiri atas (1) sikap tanduk/perikelakuan hukum yang normal,
yang menyebabkan seseorang akan mematuhi hukum,
(2) sikap tinda/perikelakuan yang obnormal,
yang menyebabkan seseorang melanggar hukum,
meskipun dalam keadaan
tertentu dapat kesampingkan.
Soejono Soekanto, yang dikutip Titik Triwulan Tutik,
menyebutkan secara terperinci pentingnya psikologi hukum
bagi penegak hukum sebagai berikut :
1.       
Untuk memberikan isi atau penafsiran yang tepat pada
kaidah hukum serta pengertiannya, misalnya pengertian iktikad baik,
iktikad buruk, tidak dapat menjalankan kewajiban sebagai suami/isteri mempertanggungjawabkan
perbuatan dan seterusnya.
2.       
Untuk menerapkan hukum,
dengan mempertimbangkan keadaan psikologis pelaku.
3.       
Untuk lebih menyerasikan ketertiban dengan ketentraman
yang menjadi tujuan utama dari hukum.
4.       
Untuk sebanyak mungkin menghindarkan penggunakan
kekerasan dalam penegakan hukum.
5.       
Untuk memantapkan pelaksanaan fungsi penegakan hukum
dengan cara lebih mengenal atau lingkungannya.
6.       
Untuk menentukkan batas-batas penggunaan hukum sebagai
sarana pemeliharaan dan penciptaan kedamaian.
Dipihak lain ada beberapa gejala psikologi yang
berpengaruh terhadap perilaku menyimpang yang melanggar hukum,
sebagai berikut :
1.       
Neurosis,
merupakan suatu gangguan jasmaniah yang disebabkan oleh
faktor kejiwaan atau gangguan pada fungsi jaringan saraf.
Misalnya,
phobia, rasa takut terhadap hal-hal yang dianggap
mengancam,misalnya rasa takut pada tempat tinggi.depresi,
adanya rasa negatif terhadap diri sendiri (putus asa).
2.       
Psikhosis, merupakan suatu gejala seperti reaksi schizophrenic.yang
menyangkut proses emosional dan intelektual.gejalanya adalah seseorang sama
sekali tidak mengacuhkan apa yang terjadi disekitarnya.reaksi paranoid,
dimana seseorang selalu dibayangi oleh hal-hal yang
(seolah-olah) mengancam dirinya.oleh karena itu,dia akan
menyerang terlebih dahulu .reaksi efektif dan involutional,
dimana seseorang merasakan adanya depresi yang kuat.
3.       
Gejala sosiopatik yang mencangkup yang mencakup,
hal-hal berikut:
a.       
Reaksi antisosial (psikhopat) ,yang ciri utamanya adalah
orang tersebut hampir-hampir tidak mempunyai etika/normal.misalnya,tidak pernah
merasa bersalah,tidak pernah bertanggung jawab dan tidak mempunyai tujuan
hidup.
b.       
Reaksi dissosial, orang yang selalu berurusan dengan hukum,
karena adanya kekurangan dalam latar belakang
kehidupannya.
c.       
Deviasi seksual, merupakan perikelakuan seksual yang menyimpang dilakukan
oleh orang-orang yang menikmati perbuatan tersebut,
yang bertentangan dengan norma-norma.
BAB
III
PENUTUP
A.   
Kesimpulan
1.     
Pengertian Asas-asas hukum
Secara terminologi, yang dimaksud asas
memiliki dua pengertian, yaitu yang pertama adalah dasar atau fundamen dan yang
kedua adalah suatu kebenaran yang menjadi pokok dasar atau tumpuan berpikir
atau berpendapat. Sementara itu kamus hukum memberikan pemaknaan asas sebagai
suatu alam pikiran yang dirumuskan secara luas dan mendasari adanya suatu norma
hukum. Asas hukum merupakan pokok pikiran yang bersifat umum yang menjadi latar
belakang dari peraturan hukum yang konkret (hukum positif). Semua peraturan hokum
harus dapat dikembalikan pada asas hukumnya. Asas hukum ini disebut sebagai
alasan bagi lahirnya peraturan hukum.  
2.     
Pembagian
Asas-Asas Hukum
Asas
hukum nasional di Indonesia telah dirumuskan dalam Seminar Hukum ke-IV tahun
1979, yaitu (1) asas manfaat, (2) asas usaha bersama dan kekeluargaan, (3) asas
demokratis, (4) asas adil dan merata, (5) asas prikehidupan dalam keseimbangan,
(6) asas kesadaran hukum, dan (7) asas kepercayaan pada diri sendiri.
3.     
Ilmu Hukum
Sebagai Ilmu Kenyataan 
            Ilmu Hukum sebagai
ilmu kenyataan membahas hokum dari sisi sikap tindak atau perilaku. Artinya
hukum akan dilihat dari segi penerapannya yang diwujudkan dalam bentuk tingkah
laku atau sikap tindak. Yang termasuk di dalam ilmu-ilmu kenyataan tentang
hukum di antaranya adalah Sejarah Hukum, Sosiologi hukum, Antropologi,
Psikologi, dan Perbandingan Hukum.
       B. Saran
Dalam makalah ini penyusun menyadari masih banyak
kekurangan yang terdapat didalamnya, baik dari segi penulisan, susunan kata,
bahan referensi, dan lainnya. Oleh karena itu penulis mengharapkan masukan dari
pihak pembaca sebagai pengetahuan untuk mewujudkan perubahan yang lebih baik di
masa yang akan datang.
Demikianlah makalah yang
sederhana ini kami susun semoga dapat bermanfaat
bagi penyusun pada khususnya para pembaca pada umumnya. Oleh sebab itu kritik
dan saran, bahkan yang tidak membangun
sekalipun, kami tunggu demi kesempurnaan
makalah ini. Semoga niat baik kita diridhoi oleh Allah SWT. Amin.
                                           Daftar Pustaka
1.     
R.
Soeroso,. Pengantar Ilmu Hukum.Jakarta: Sinar Grafika, 2015
2.     
L.J.
Van, Apeldoorn. Pengantar Ilmu Hukum: Pradnya Paramita, 2004
3.     
Nuruddin.
Pengantar Ilmu Hukum: Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Mataram, 2015
Komentar
Posting Komentar