cerpen pengorbanan seorang anak
TUGAS BAHASA INDONESIA ( MENULIS
CERPEN)
“PEGORBANAN
SEORANG ANAK”
Terlahir dengan nasib
yang kurang beruntung, karena baru berusia tujuh tahun, sudah duduk di bangku
kelas dua sekolah dasar, Hanif sudah harus hidup tanpa orang tua yang sebagai
mana seharusnya, yaitu memiliki seorang ibuk dan seorang mamik. Hidup dengan penuh
kesedihan dan kesederhanaan tidak membuatnya mengeluh dalam menjalani hidupnya,
tidak pernah membuat mulutnya mengucapkan “Allah tidak adil”, tidak pernah
membuatnya putus semangat dalam menggapai yang dia cita citakan dan dia
impikan. Malah sebaliknya, Hanif
menjadikan semua itu sebagai motivasi hidupnya “aku harus melakukan segala hal yang terbaik untuk diriku, dan aku akan
tetap semangat memperjuangkan apa yang telah aku ita-citakan”, begitu yang
dia ucapkan.
Seiring dengan
berjalannya waktu, pendidikan yang masih belum terlalu modern pasilitasnya
seperti pada zaman sekarang, seperti yang sedang kita nikmati ini, tidak membuatnya putus semangat dalam
menuntut ilmu, bahkan dari kelas satu sampe kelas enam Sekolah Dasar, Hanif
selalu mendapatkan juara satu terbaik di
kelas. Itu sudah membuktikan betapa semangatnya, betapa hebatnya, dan betapa
tegarnya dia menjalani hidupnya.
Selepas dari sekolah
dasar, iya melanjutkan pendidikannya kejenjang selanjutnya yaitu sekolah
menengah pertama, untuk menggapai impian dan segala sesuatu yang di
cita-citakan itu, semangat dan kegigihan belajarnya tetap dia pertahankan,
sehingga Hanif tetap tidak terkalahkan
sebagai juara terbaik di kelas, dan hal itu ternyata menarik simpati dari sang
guru besar pendiri madrasah, sehingga dia disusrh tinggal di pondok pesantren
yang ada di sekolah itu.
Ternyata sang guru
tidak salah memilihnya sebagai santri teladan dan santri yang taat, itu
terbukti oleh perkembangannya yang semakin membuat banyak orang mengaguminya,
dan sang guru pun sangat memperhatikan hal itu, sang guru selalu
mengutamakannya disaat menjawab pertanyaan yang diberikan sang guru disaat
belajar, sang guru melakukan hal itu bertujuan untuk memberikan contoh kepada
santri yang lain suaya memiliki semangat seperti si Hanif.
Tiga tahun sudah berlalu, sehingga selesailah
jenjang pendidikan pertama, dan slanjutnya yaitu jenjang pendidikan menengah
atas. Hanif tidak berpindah tempat, ia tetap melanjutkan pendidikannya di
tempat yang sama, karena tidak ada biaya untuk pindah ke sekolah yang lebih
faforit dan berada di kota. Jarak yang jauh dari rumah dan karena pondok
pesantren tidak mengizinkan santri pulang, jadi sudah 3 tahun Hanif tidak
bertemu dengan keluarganya, tiga tahun tidak berjumpa dengan keluarga tentu akan
membuat hati semua orang sangat rindu untuk bertemu, apalagi sosok si Hanif
yang hanya di besarkan ibunya, sehingga Hanif meminta izin kepada sang guru
untuk menyempatkan dirinya pulang menengok orang tua dan saudara saudaranya,
sesampai di rumah Hanif memeluk dan mencium ibunya sambil meneteskan air mata
karena tidak ada seorang sosok bapak yang mendampingi hidupnya
Ibu :”Bapakmu
adalah sesosok orang yang pintar, tidak cepat menyerah, sangat ema ngat
dan selalu taat beribadah, ibu harapkamu bisa meniru mamiqmu,”ibuknya
mengucapkan kata itu sambil mencium kening hanif dan mengelus kepala Hanif
Hanip:”Baik
bu,Hanif akan mengikuti jejak mamik, hanif akan menjadikan mamiq sebagai
motifasi hidup hanif.”
Setelah
beberapa hari menginap dirumah, waktu masuk pertama untuk sekolah madrasah
aliah sudah semakin dekat. Dengan mencium pipi dan kening ibunya Hanif meminta
izin untuk berangkat kembali menerjang jahatnya, parahnya jalan hidupnya demi
masa depan yang cerah.
Hanif: ”baiklah
bu, Hanif permisi, Hanf akan berangkat melanjutkan sekolah hanif”
Ibu
:” baiklah nak, ibu tidak bisa membekalimu dengan uang atau harta lainnya,
tetapi ibu kan selalu mengiringi prjalananmu dengan do’a”
Hanif
: baiklah buk, Assalamualaikum warahmatullAh
wabarakaatuh
Ibu
: Waalaikummussalam warahmatullAh wabarakaatuh.
Hanif
tidak lupa mengunjungi makam mamiqnya dan meminti izin seperti izin yang di
minta pada ibuknya,
Hanif
:” mamiq sekarang saya akan pergi
berjuang untuk bisa membuatku sukses dunia dan akhirat dan bisa membanggakan
ibuk dan adek besrta kakakku,” begitulah doa yang di bisikkan oleh Hanif
kepada mamiqnya.
Dengan jarak yang cukup jauh dari rumah yaitu
sekitar 5 km tidak menjadi halangan dan tidak membuatnya mengeluh dalam
mengejar impiannya. Sesampai di pondok. Waktu sudah sore hanif baru sampai di
pondoknya, karena menempuh perjalanan yang cukup jauh dia menyempatkan dirinya
untukk istirahat sabil menunggu waktu shalat magrib, mendengar azan yang sudah
di kumandangkan, Haif langsung bergegas menuju tempat shalat. Selesai shalat
dan mengaji, Hanif tidak berlama-lama di tempat solat karena besok adalah hari
pertama sekolh jadi haru mempersiapkan segala yang di butuhkannya.
Pukul 04:00 semua santri sudah dibangunkan untuk
melaksanakan shalat tahajjud, tetapi
Hanif tidak harus menunggu untuk dibangunkan baru dia akan terbangaun,
kaen keterbiasaan Hanif sudah bisa membangunkan temannya. Selepas dari tempat
solat Hanif langsung memprsiapkan dirinya untuk hari pertama masuk sekolah,
perasaan senang bahagia, dan takut bercampur menjadi satu, sesampai di kelasnya
ternyata kelas itu masih koson, dan hanif mengambil tempat duduk di kursi
paling depan pas di depan meja guru, setelah beberapa lama kemudian, siswa
siswi pun berdatangan hingga datang seorang lelaki yang memiliki postur tubuh
tidak terlalu tinggi dan memiliki rambut keriting yang mengambi tempat duduk
satu meja dengan Hanif, Hanif terdiam seketika melihat lelai itu duduk di
sampingnya, karena wajah itu tidak asing baginya, seakan akan sudah kenal
dekat, “assalamualaikum ?” sapa
Hanif, “waalaikummussalam” jawab
lelaki itu, “nama kamu siapa ?” tanya hanif keada lelaki itu, “ nama
saya Ali” jawab lelaki itu. Ternyata perasaan penasaran Hanif hilang
setelah dia mengetahui nama lelaki itu, karena Ali adalah temannya sebangku
ketika sekolah dasar dulu.
Hanif : masih
ingat saya ?
Ali : maaf
kamu siapa ?
Hanif:
ah kamu ini, ingat teman sebangku waktu sekolah dasar ?
Ali : oooh,
Lalu Hanif ya, ?
Hanif : iya.
Tiba tiba percakapan mereka terputus karena guru
mata pelajaran sudah datang, “ nanti kita
lanjutkan ya “ bisik Ali kepada
Hanif. Sepulang sekolah merka pun pulang kerumah masing masing. Seiring
berjalannya waktu Hanif da Ali terkenal semua guru sebabagai siswa teraktif di
kelas dalam belajar, hal itu membuat persaingan ketat antara sepasang sahabat
sejati itu. Hingga tiba waktu ujian akhir semester , keduanya sangat bersaing
ketat dalam memperoleh nilai yang tnggi. Diakhir ujian tibalah waktu untuk
embagian hasil belajar selama enam bulan atau semester pertama, hari itu adalah
neraka bagi hanif, karena yang mendapatkan juara satu terbaik adalah Ali dan ia
berada di posisi ke dua. Hanif hanya bisa menerimanya dengan lapang dada,
walaupun ada rasa iri tetapi dengan jiwa kesatria, Hanif mengucapkan selamat
atas keberhasilan yang diraih Ali.
Hari hari demi hari terus berganti sehingga tiba
waktu untuk melaksanakan ujian semester genap sekaligus penuntu kenaikan kelas,
setelah mempersiapkannya denagan maksimal akhirna Hanif bisa mengalahkan Ali menjdi juara di kelas,
dihari pembagian rapot itu Hanif mendpatkan pesan dari ibunya yang di titip di salah seorang
teman kelasnya. Ternyata isi pesan itu, ibunya menyuruh Hanif puang dan tidak
tinggal di pondok lagi karena ibunya sudah kesusahan memikirkan untuk membiayai
sekolah hanif dan adeq-adeqnya.
Langsung pada hari itu Hanif langsung berpamitan
kepada sang guru dan teman-teman yang ada di pondok, sesampai di rumah Hnif
langsung menanyakn alasan ibunya kenapa sampai menyuruhnya pulang dan berhrnti
tinggal di pondok pesantren, ibunya menjawab “ ibu sudah kewalahan menanggug kehidupan kalian, sekarang sudah
saatnya kamu membantu ibu memikirkan bagaimana bisa membiayai supaya
adeq-adeqmu dan kamu bisa menyelesaikan pendidikan kalian, dulu mamiqmu
meninggalkan seekor anak sapiyang ibu titipkan di pamanmu, dan sekarang kaulah
yang akan memeliharanya”. Setelah itu, stiap hari sepulang sekolah Hanif
langsung pergi ke sawah untuk mencarikan makan ternaknya itu, namun hal itu
tidak mengurangi semangat belajarnya , karena
jika dia memliki tugas dia membawa sapinya ke ladanag dan mengikatnya di
kakinya suapaya sapinya tidak lari, dan dia sambil membaca bukunya, begitulah
yang dia lakukan selama berbulan bulan, dan hal itu tidak membuat dia kalah
saing sebagai juara terbaik di kelas, seiring bejalannya waktu,ternak yang di
pliharana itu bertambah sehingga hari-harinya mejadi semakin sibuk untuk
mengurus sekolah dan mengurus peliharaanya.
Hami demi hari, kebutuhan dari adeq adeqnya yang
berbagai macam harus di penui oleh Hanif, seeehingga iya memutuskan untuk
menjual seekor sapinya untuk membiayai adeq adeqnya, hanif sangat menyang
adeq-adeqnya, sehingga dia selalu mendahulukan kebutuhan dari
saudara-saudaranya ketimbang harus memenuhi kebutuhannya sendiri, dan hal itu
tidak sesekali dilakukan Hanif, hampir
setiap hari dia melakukannya, hal itu ia perlihatkan jika pulang sekolah hanya
ada sepiring nasi, di tidak memakannya karena di memikirkan apa yang akan di
makn saudara saudaranya nanti, dan hanif haruus menunggu makan ma;am untuk bisa
makan. Hal itu ia lakukan karena keadaan keluarga yang sanat terbatas.
Karena keadaan yang semakin memburuk dan tidak
memungkinkan untuk bisa membiayai sekolahnya Hanif memikiran untuk mengakhiri
sekolahnyadan ha itu ia ungkapkan kepada ibunya, karena keadaan yang seperti
itu, sepertinyaa ibunya tidak memiliki alasan untuk tidak mensetujui keinginan
hanif, akhirnya Hanif mengakhiri sekolahnya menjelang ujian Nasional kelas
tiga. Demi membahagiakan ibunya membiayai sekolah adeq adeqnya, rasanya tidak
cukup hanya dengan berternak dia akan bisa memenuhi kebutuhan kebutuhan itu,
sehingga Hanif mencari pekerjaan di luar, menjadi tukang bangunan adalah
pilihan hanif untuk memenuhi kebutuhannya sehari hari, walaupumn penghasilan yang
didapatkan pas-pasan tidak membuatnya
menyerah bekerja. Mengetahui dirinya memiliki kemampuan daam menghitung, dia
pun memanfaatkannya dalam mencari uang, sehingga dia menambah propesinya
sebagai pembaca gambar bangunan , dan dai bisa memperkirakan berapa banyak
bahan yang di butuhkan, berapa harga atau dana yang di butuhkan untuk
menyelesaikan bangunan yang sudah di gambar, kemampuan yang dimilkinya itu
membuatnya bia memenuhi kebutuhan keluarganya, sehingga setelah memiliki banyak
penghasilan lebih, Hanif mempersiapkan uang untuk masadepanna, yaitu memiliki
seorang istri, dan tidak menunggu waktu lama, hanif mencari wanita yang sempat
dia kenal dulu semasih dia sekolah dan akhirnya memutuskannya untuk untuk
mengajkknya menikah.
......................................sekian...............................................
Komentar
Posting Komentar